Jakarta, Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi terhadap terpidana narkoba, Schapelle Corby, berpotensi melanggar sumpah presiden. Sebab salah satu isi sumpah presiden adalah mematuhi segala undang-undang dan peraturan, termasuk konvensi internasional.
"Pemberian grasi kepada Corby berpotensi melanggar sumpah presiden untuk menjalankan undang-undang dan peraturan pelaksanaanya selurus-lurusnya," ujar Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana dalam siaran pers yang diterima detikcom, Minggu (27/5/2012).
Hikmahanti menjelaskan sejak tahun 1997, Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances tahun 1988 dengan UU No 7 tahun 1997.
Konvensi yang melabel kejahatan perdagangan obat narkotika dan bahan psikotropika sebagai kejahatan serius tersebut menentukan dalam Pasal 3 ayat 6 bahwa pemerintah harus memastikan pengenaan sanksi yang maksimum. Dalam pasal 3 ayat 7 juga mewanti-wanti agar narapidana jenis kejahatan ini bila hendak dibebaskan lebih awal, semisal melalui grasi, atau pembebasan bersyarat harus mempertimbangkan bahwa kejahatan perdagangan narkoba merupakan kejahatan serius.
"Menjadi pertanyaan, apakah presiden ketika mengabulkan grasi kepada Corby telah memperhatikan UU 7/1997. Bila memang sudah memperhatikan, apakah ada kepentingan yang lebih besar dari Indonesia kepada Australia sehingga pemberian grasi dianggap sepadan dengan kepentingan nasional," cetusnya.
Dua pertanyaan ini, menurut Hikmahanto harus dijawab pemerintah. Presiden bisa memberi jawaban secara terbuka melalui media massa atau menunggu ketika Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat) mengajukan gugatan ke PTUN.
Sumber : News.Detik.Com
0 komentar:
Posting Komentar